Tampilkan postingan dengan label Sejarah & Asal - Usul. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Sejarah & Asal - Usul. Tampilkan semua postingan

Minggu, 25 Agustus 2013

Museum Mpu Tantular di Sidoarjo

Museum Mpu Tantular di Sidoarjo

Aldhinya Blog kembali update info lagi nih. Kali ini adalaha tetang "Museum Mpu Tantular di Surabaya". Bak "harta karun", begitulah beragam koleksi tak bernilai yang disimpang di Museum Mpu Tantular di Jalan Raya Buduran, Sidoarjo, Jawa Timur. Koleksi itu tersimpan apik dalam gedung pameran dan pelataran museum yang berdiri di atas lahan seluas 3,28 hektare itu.

Kalau masuk ke dalamnya, pengunjung akan melintasi joglo, Gedung Pameran Tetap, Galeri Von Faber, Gedung Pameran Tuna Netra, Ruang Kepala Museum, Gedung Tata Usaha, Gedung Perpustakaan, Ruang Kerja Koleksi, Storage, Gedung Preparasi, Laboratorium Konservasi, Gedung Bimbingan Edukasi, dan mushalla.

Museum Bagian Dalam


Tempat koleksi dibedakan menjadi dua yaitu koleksi 'outdoor' dan 'indoor'. Koleksi outdoor itu seperti Jangkar Peninggalan Belanda, Meriam masa Portugis dan Belanda, Jam Matahari, Patung Primitif, Pantheon Agama Budha, Pandhusa peninggalan tradisi Megalitihik (batu kecil yang digunakan sebagai kuburan).

Sementara itu, koleksi indoor, penataannya berdasarkan periode yang dikelompokkan dalam beberapa zona, di antaranya Zona Zaman Purba, Zona Peninggalan Hindu-Budha, Zona Zaman Islam, Zona Zaman Kolonial, Zona Teknologi Modern dan Peraga IPTEK, serta Zona Koleksi Kesenian.

Museum Mpu Tantular ini memiliki beberapa koleksi unggulan, salah satunya yaitu Hiasan Garudeya yang ditemukan Seger pada tahun 1989, di Desa Plaosan, Kecamata Wates, Kabupaten Kediri. Hiasan dada ini dibuat dari emas 22 karat dengan berat keseluruhan 1.163.09 gram. Dihiasi 64 batu permata yang disusun secara simetris berdasarkan warna di bagian kiri dan kanan.

Ornamen hiasan dada ini bisa dipisahkan menjadi tiga bagian yaitu ornamen Burung Garuda yang membawa kendi (Kamandalu) berisi air Amrta (air kehidupan), ornamen raksasa yang membawa gadha yang kemungkinan merupakan penggambaran raksasa sebagai penjaga air Amrta, dan ornamen raksasa dengan kedua tangan seolah bersikap menyangga yang merupakan penggambaran dari Gana (raksasa setengah dewa) yang bertugas menjaga bangunan suci.

Dilihat dari reliefnya, kemungkinan hiasan ini merupakan peninggalan dari Abad XII-XIII Masehi. Selain itu, dari penggambaran paruh (yang menunjukkan pengaruh China), besarnya karat dan jenis batuannya, diduga benda ini merupakan cendera mata dari Raja Siam kepada Raja Airlangga.

Tempat penyimpanan Hiasan Garudeya diletakkan dalam ruang khusus, yaitu Ruang Khasanah. Ruang Khasanah terletak di Gedung Pameran Lengkap di lantai satu. Ruang Khasanah merupakan ruang khusus yang berisi berbagai koleksi dari emas, berupa perhiasaan maupun bekal kubur.

Selain itu, ada juga Cincin Stempel yang terbuat dari emas 14 karat berat 29,05 gram yang dikenakan di ibu jari kaki dengan dihiasi motif Sankha bersayap.

Cincin stempel tersebut bertulisan huruf Jawa Kuno berbunyi Sri hana, yang artinya Ada Dewi Sri (bentuk negatif) yang merupakan lambang keberuntungan. Dewi Sri adalah dewi padi, diperkirakan cincin ini berasal dari Abad XII-XIV Masehi, asal Kediri. Cincin Stempel ini juga disimpan dalam ruang Khasanah di lantai satu.

Tidak kalah menariknya di Gedung Pameran Tetap di lantai dua. Di dalamnya terdapat zona Teknologi Modern dan Peraga IPTEK, khususnya Peraga IPTEK yang bisa dimanfaatkan oleh para pengunjung dengan didampingi oleh pembimbing IPTEK Museum Mpu Tantular.

Museum Dalam
*Dikutip dari www.eastjava.com

Pada zona Teknologi Modern juga berisikan barang-barang modern di awal penemuannya, seperti sepeda dari masa ke masa, seperti Sepeda Kayu, Sepeda Tinggi, Sepeda Motor Uap, Sepeda Motor Jawa, Sepeda Motor Radex, dan Sepeda Gazelle.

Sepeda Kayu merupakan bentuk sepeda paling awal yang dirancang oleh Michel Kesler dari Jerman pada tahun 1766. Sepeda ini dibuat dari bahan kayu yang dilengkapi tempat duduk, alat kemudi, tidak memakai pedal, dan hanya dikendarai di jalan yang datar atau menurun.

Agar dapat bergerak maju ,kaki si pengendara harus ditekan ke tanah. Sepeda ini dapat menempuh jarak 15 kilometer per jam.

Sepeda Tinggi ini diciptakan oleh orang Inggris James Starley dan William Hillman yang mendapat hak patent tahun 1870. Sepeda Tinggi ini sering disebut "Ariel" yang berarti sepeda yang dibuat dari metal, roda bagian muka berukuran besar dan roda bagian belakang berukuran kecil, untuk mengendarai sepeda ini diperlukan keterampilan yaitu dengan jalan melompat atau memanjat.

Sepeda Motor Uap yang pertama kali diproduksi oleh pabrik Hildebrand Und Wolfmuller, Muenchen, Jerman, diciptakan oleh warga negara Jerman bernama Gottlien Daimler, sehingga disebut juga Sepeda Motor Daimler.

Sepeda Motor Uap ini merupakan barang langka, karena di dunia hanya beberapa dan salah satunya ada di museum ini. Sepeda motor ini segala peralatannya masih asli, tidak ada yang diubah. Kendaraan ini dahulu dapat mencapai kecepatan 30 Km/Jam.

Dinamakan Sepeda Motor Uap karena dijalankan dengan tenaga uap yang dihasilkan dengan memanaskan tabung yang berisi air, namun setir sepeda motor uap ini seperti sepeda biasa, pada pegangan sebelah kanan dilengkapi dengan rem depan, dan ada alat lain yang dihubungkan dengan silinder di bawahnya yang merupakan alat pengatur gas.

Perawatan barang-barang itu harus dilakukan secara rutin setiap minggu atau bulan sesuai dengan jenis koleksi, pembersihannya pun harus berhati-hati karena banyak koleksi yang sudah berumur ratusan tahun, jadi rentan rusak.

Biaya perawatannya pun didapat dari Pemerintah Provinsi Jawa Timur melalui Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi Jawa Timur, namun biaya perawatan museum, Puguh mengaku tidak berwenang.

Selain Gedung Pameran Tetap, ada pula Gedung Tunanetra. Di dalam Gedung Tunanetra juga dipamerkan koleksi dari beberapa zaman dan semua tulisan keterangannya menggunakan huruf Braille.

Gedung Tuna Netra ini memang dikhususkan bagi pengunjung Tunanetra, namun pengunjung lain pun diperbolehkan masuk.

Museum Mpu Tantular juga membuka layanan publik yang dilakukan secara rutin seperti pameran keliling ke Kabupaten/Kota di seluruh wilayah Jawa Timur, Pameran Nasional, Pergelaran Kesenian Tradisional, seminar tentang sejarah kebudayaan dan permuseuman, penerbitan buku-buku, penelitian dan pengadaan koleksi, serta pelayanan perpustakaan.

Menghargai Sejarah

Sejarah mencatat Museum Negeri Mpu Tantular Provinsi Jawa Timur didirikan oleh Godfried Hariowald Von Faber pada tahun 1933, sebagai kelanjutan dari Stedelijh Historisch Museum Surabaya.

Awalnya, lembaga ini hanya memamerkan koleksinya di suatu ruang kecil di Readhuis Ketabang, kemudian atas kemurahan hati seorang janda bernama Han Tjiong King, maka museum dipindahkan ke Jalan Tegalsari yang memiliki bangunan lebih luas.

Selanjutnya masyarakat pemerhati museum mulai berinisiatif untuk memindahkan museum ke tempat yang lebih memadai yaitu di Jalan Pemuda Nomor 3 Surabaya yang diresmikan pada tanggal 25 Juni 1937.

Sepeninggal Von Faber tahun 1955, museum dikelola oleh Yayasan Pendidikan Umum didukung Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, lalu museum dibuka untuk umum mulai 23 Mei 1972 dengan nama Museum Jawa Timur.

Tanggal 13 Februari 1974, museum berubah status menjadi museum negeri, yang diresmikan pada tanggal 1 November 1974 dengan nama Museum Negeri Provinsi Jawa Timur yang beralamat di Jalan Pemuda Nomor 3 Surabaya.

Namun, karena bertambahnya koleksi, maka museum dipindahkan ke Jalan Taman Mayangkara Nomor 6 Surabaya pada 12 Agustus 1977 dan diresmikan oleh Gubernur Jawa Timur pada waktu itu Sunandar Priyosudarmo.

Selanjutnya sebagai perluasan dan tuntutan kebutuhan dengan semakin bertambahnya koleksi museum pada tanggal 14 Mei 2004 dipindahkan ke Jalan Raya Buduran, Sidoarjo yang diresmikan oleh Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan, Provinsi JawaTimur pada waktu itu.

Pemberian nama Mpu Tantular diambil dari nama seorang pujangga terkenal di masa kerajaan Majapahit, yang terkenal dengan kitab Arjunawiwaha dan Sutasoma. Di dalam kitab Sutasoma inilah tercantum kata-kata "Bhinneka Tunggal Ika" yang sampai sekarang dipakai sebagai semboyan Indonesia.

Nama Mpu Tantular juga mengandung pengertian yang tersembunyi. "Mpu" berarti ibu yaitu titik pusat segala gerak dan pandangan hidup, sedangkan "Tantular" berarti tak tertulari, tak terpengaruh, tak menyimpang, tak berubah, jadi tetap mengkhususkan diri pada ajaran agama untuk mencapai kehidupan yang abadi.

Menurut Penjaga Loket Museum, Supandi, museum ramai dikunjungi pada hari libur, terutama liburan sekolah. Rata-rata pengunjung yang datang ke museum dari anak sekolahan, seperti TK, SD, SMP, SMA, serta dari Sekolah Luar Biasa (SLB) juga ada.

Tidak sedikit pula rombongan keluarga yang mengunjungi Museum Mpu Tantular ini. Museum menjadi salah satu tempat wisata edukasi yang diminati oleh berbagai kalangan karena tarif tiket masuk yang cukup terjangkau dan tempat museum yang mudah diakses dengan angkutan umum.

Museum buka pada hari Selasa-Minggu berdasarkan Perda Provinsi Jatim Nomor 9 Tahun 2009, harga tiket masuk dibagi menjadi dua yaitu perorangan dan rombongan.

Harga tiket pengunjung perorangan dewasa Rp.2.000 dan anak-anak Rp.1.500, sedangkan harga tiket pengunjung rombongan dewasa Rp.1.500 dan anak-anak Rp.1.000, dalam satu minggu paling tidak museum dikunjungi lebih kurang 500 orang, bahkan saat liburan sekolah bisa lebih dari itu.

Dalam sehari, museum mampu menghasilkan lebih kurang Rp.200.000 bila sedang sepi pengunjung, jika ramai pengunjung mampu menghasilkan Rp.1.100.000.

Pengunjung tidak hanya datang dari "kota udang" (Sidoarjo), banyak pula pengunjung dari luar kota seperti Surabaya, Gresik, Lamongan dan masih banyak lagi.
 
http://www.antarajatim.com

Sabtu, 24 Agustus 2013

Mengenal Sedikit Tentang Sejarah Jembatan Merah Surabaya

Kali Ini Aldhinya Web Akan membagikan sebuah informasi mengenai Sejarah Jembatan Merah di Surabaya. 

Jembatan Merah

Ada satu kesamaan kenapa jembatan-jembatan di bawah ini dikatakan sebagai jembatan merah, ya jembatan merah ini ternyata tidak hanya ada di kota pahlawan saja tetapi juga berada di wilayah lain Indonesia, misalnya di Bogor, Balikpapan, dan Kerinci walaupun tidak merah warnanya tapi masyrakat sekitar menyebutnya sebagai jembatan merah.

Merahnya sebutan bagi jembatan-jembatan itu karena sejarahnya yang kelam. Pasalnya, di jembatan itu dulunya pernah terjadi peristiwa pertumpahan darah antara pejuang Indonesia melawan penjajah di zaman revolusi fisik. Nah, dari saking banyaknya darah para pejuang dan lawannya yang tumpah di jembatan itu, maka jembatan itu pun dinamakan Jembatan Merah

Jembatan Merah

Yang pertama seperti yang kita ketahui adalah Jembatan Merah di Surabaya. Jembatan Merah di Surabaya merupakan salah satu monumen sejarah yang berada di pusat kota Surabaya, Jawa Timur. Keberadaan fisik yang dibiarkan sebagai jembatan. Jembatan yang banyak sejarahnya hingga menjadi salah satu judul lagu ciptaan Gesang ini, semasa zaman belanda dahulu jembatan merah dianggap berperan sangat penting dikarenakan menjadi sarana penghubung yang sangat vital untuk bisa melewati Kalimas untuk menuju Gedung Keresidenan Surabaya, yang saat ini sudah tidak ada bangunan fisiknya.

Di Kawasan sekitar Jembatan Merah merupakan daerah perdagangan yang mulai berkembang sebagai akibat dari Perjanjian Paku Buwono II dari Mataram dengan belanda pada 11 November 1743. Dalam perjanjian itu sebagian daerah pantai utara, termasuk Surabaya, diserahkan penguasaannya kepada belanda. Sejak saat itu wilayah Surabaya berada sepenuhnya di dalam kekuasaan Belanda. Kini, posisinya sebagai pusat perdagangan terus berlangsung. Di sekitar jembatan terdapat indikator-indikator ekonomi, termasuk salah satunya Jembatan Merah Plasa.

Perubahan fisik Jembatan Merah mulai terjadi sekitar tahun 1890-an, ketika pagar pembatasnya dengan sungai diubah dari kayu menjadi besi. Kini kondisi jembatan yang menghubungkan Jalan Rajawali dan Jalan Kembang Jepun di sisi utara Surabaya itu, hampir sama persis dengan jembatan lainnya. Pembedanya hanyalah warna merah.

Jembatan Merah

Jembatan Merah menghubungkan Jalan Rajawali dan Jalan Kembang Jepun. Kawasan itu merupakan salah satu pusat perniagaan di Surabaya. Di Jalan Rajawali berdiri berbagai gedung perkantoran, perbankan dan lain-lain. Juga Hotel Ibis Surabaya berdiri kokoh di jalan tersebut. Sejak beberapa tahun lalu, berdiri Jembatan Merah Plasa dan di depannya menjadi terminal bayangan kendaraan angkutan kota, dan bus kota.juga tidak jauh dari jembatan merah ada Makam Sunan Ampel.

Di Sebelah timur jembatan merah ada jalan Kembang Jepun. Di jalan Kembang Jepun ini merupakan pusat perdagangan, yang oleh Pemerintah Kota Surabaya dijadikan kawasan pecinan. Di lokasi ini mulai pagi hingga sore, terlihat sangat ramai, macet.

Untuk menghidupkan kawasan Kembang Jepun, sejak tahun 2003 lalu disulap menjadi pusat makanan Surabaya, atau yang dikenal dengan Kya-Kya. Sepanjang jalan yang berjarak sekitar 300 meter itu, digarap bak kampung pecinan.

Riwayat Jembatan Merah dari dulu hingga kini, adalah tempat silih berganti yang melintas di atasnya, di kota Surabaya. Namun tercatat dalam sejarah, pada era VOC, jembatan ini begitu vital, merupakan sarana perhubungan melewati Kalimas (pecahan Sungai Brantas yang berhulu di Mojokerto) ke arah Gedung Keresidenan Surabaya – yang kini sudah tak ada lagi. Selain itu, sejarah Indonesia, Surabaya terutamanya, yang sangat identik dengan perjuangan arek-areknya, pada tahun 1945, mempertahankan kemerdekaan bangsa ini. Dengan semboyan “Merdeka atau Mati”, dengan gagah berani, arek-arek Suroboyo dengan senjata apa adanya menghadapi kekuatan penjajah yang menggunakan senjata modern.

Peristiwa yang sangat terikat oleh jembatan ini yang pada masa itu terdapat gedung Internatio, merupakan markas Pasukan Komandan Brigade ke-49 Inggris, yang bertugas di Surabaya. Tepat pada tanggal 30 Oktober 1945, dari kedua tempat tersebut (Jembatan Merah & Gedung Internatio), terjadi baku tembak, yang mengakibatkan tewasnya Brigjen Mallaby (salah satu anggota Kontak Komisi). 

Peristiwa tersebut menjadi besar, dan cukup memakan korban, karena baru pada tanggal tersebut (disiang harinya), telah diadakan /ditandatangani Surat Perjanjian Gencatan Senjata, antara Presiden RI Soekarno dan Panglima Divisi 23 Mayjen Hawthorn. Isi perjanjian tersebut adalah diadakan perhentian tembak menembak dan pasukan Inggris akan ditarik mundur dari Surabaya secepatnya. Namun dugaan tewasnya Brigjen Mallaby akibat tembakan milisi Indonesia, mengamuklah para tentara Inggris, dan mengirimkan ribuan pasukannya ke Surabaya. Peperangan pun tak dapat dihindari. Korban pun semakin banyak berjatuhan. Begitulah singkat sejarah yang pernah terjadi di jembatan, yang mencolok dengan warnanya yang berwarna merah.

Aldhinya Web - Didapatkan dari berbagai sumber.

Kamis, 27 Juni 2013

Asal-Usul Tentang Danau Kastoba

Danau Kastoba

Untuk menikmati keindahan dan pesona danau ini dapat dicapai dengan berjalan kaki. Terletak di Desa Paromaan Kecamatan Tambak Kabupaten Gresik Jawa Timur, di puncak ketinggian dan berada di tengah-tengah Pulau Putri Bawean. Dengan prasarana jalan setapak dan melewati keindahan rimbunan pohon-pohon raksasa berumur ratusan tahun.di tempat ini terdapat spesies satwa langka aneka serangga yang takkan mungkin sama jenisnya dengan serangga di pelosok negeri, sehingga lokasi ini mempunyai daya tarik luar biasa dan sulit dibandingkan dengan obyek wisata lainnya dan merupakan kenyamanan tersendiri bagi para pecinta alam. 

Terjadinya Danau Kastoba

Alkisah, pada zaman dahulu, Pulau Bawean masih bernama Pulau Majeti. Di tengah-tengah Pulau Majeti terdapat pohon besar dan anggun, tetapi rindang sehingga kalau seseorang berdiri di bawahnya akan dapat menjangkau sebagian daun pohon tersebut. Kala itu Pulau Majeti diperintah oleh Ratu jin yang berwibawa. Semua mahluk di daerah kekuasaanya tunduk kepadanya, baik mahluk halus maupun mahluk kasar.

Ratu jin di Pulau Majeti sangat termashur dan dikenal oleh Ratu-Ratu jin yang lain di Nusantara, ini karena di daerah kekuasaan Ratu Jin Majeti terdapat “pohon sakti” yg tdk dimiliki oleh ratu jin lain di mana pun di kepulauan Nusantara ini. Yang tiada lain adalah pohon besar dan rindang ditengah Pulau Majeti itu.

Karenanya dalam waktu tertentu, Ratu jin selalu mengubah kebijaksanaanya demi menyelamatkan pohon tersebut. Ratu juga ingin sekali melestarikan pohon kebanggaanya itu. Maka dipanggillah beberapa jin pengawal kerajaan. “wahai pengawalku!” “Ya Ratu!” “Coba kau jemput burung gagak jantan yg sedang berada di Pantai Ria,Desa Dekat Agung dan burung gagak betina yg ada di Pantai Mayangkara, Desa Ponggo!” “Hamba laksanakan Ratu!.” Demikian jawab pengawal kerajaan sembari menundukkan tubuhnya dan terus berangkat untuk memanggil ke dua burung gagak tersebut.


Setelah keduanya datang menghadap Ratu, maka sang Sang Ratu jin berkata… “Hai, Gagak! kamu berdua akan mendapat tugas baru yg berat, tetapi sangat mulia! bersediakah engkau?” “Dengan senang hati, Ratu” sembah kedua gagk itu. “Bagus. Memang hanya engkaulah yg dpt mlksanakan amanat ini. Apalagi selama ini kalian telah mengerjakan tugas-tugas kerajaan dengan sangat baik n berhasil” “Tugas gerangan apakah itu, Ratu?” tanya kedua gagak itu. “Begini. Engkau berdua sudah waktunya untuk mengetahui keadaan ini, karena engkau telah menjadi pegawai kerajaan berjabatan tinggi. Tapi, sebelumnya saya ingatkan janganlah kalian membocorkan “rahasia kerajaan” ini.” titah Ratu penuh harap, kemudian melanjutkan. “Kerajaan kita mempunyai pohon istimewa yg terdapat ditengah-tengah pulau ini. Berkat pohon itulah kerajaan kita termashur dan disegani oleh kerajaan lainya. Segala bagian pohon itu amat berguna bagi kehidupan!” “oh ya?” sambung kedua gagak itu. “Akarnya, batangnya, dan rantingnya sebagai tumbal bencana alam, dan bahaya lain. Sehelai daunnya saja, bisa menyembuhkan berbagai penyakit dan sgt ampuh daya sembuhnya. Bunganya juga dapat untuk kekebalan pemiliknya” “Hai, sakti amat!” “Nah, kewajibanmu sekarang adalah menjaga pohon itu serta bagianya. Berjagalah dengan disiplin atas segala gangguan dan ancaman,baik dari luar atau dari dalam kerajaan. waspadalah selalu ke udara,ke laut atau ke darat. Jika ada mahluk asing yg mencurigakan, segeralah hubungi dan lapor pd penjaga istana” Kedua pohon gagak itu tidak menjawab, hanya memperhatikan dengan seksama instruksi-instruksi Ratunya. Betapa berat tugas yg dipikulnya. Namun mereka cukup bangga karena mendapat kepercayaan dan kehormatan dari Tuannya.


Hingga pada suatu hari, burung gagak menjumpai seorang pemuda buta yang sedang tertatih-tatih dan berusaha mencari obat demi kesembuhan kesua matanya. Melihat hal yang demikian sang gagak merasa iba dan kasihan kepada pemuda tersebut dan melanggar janji mereka kepada ratu jin.


“wahai pemuda buta, ambil daun pohon besar ini dan usapkan ke kedua matamu yang buta. Maka kau akan dapat melihat lagi”, kata gagak kepada pemuda buta tersebut. Akhirnya pemuda itu mnuruti perinah si gagak dan pemuda itu langsung sembuh, kedua matanya dapat melihat secara normal.


Ratu jin mendengar berita tersebut kemudian marah lalu mencabut pohon besar dan sakti yang berada di tengah-tengah Pulau bawean itu. Bekas dari cabutan pohon besar itulah kemudian menjadi sumber dan membentuk danau. Hingga saat ini danau itu masih asri, rindang dan tentunya masih ada kesan mistisnya. Danau itu terkenal dengan sebutan Danau Kastoba.